karena menulis itu menyembuhkan maka MENULISLAH...
Zona Laut Biru
satu-satunya yang aku suka adalah : MENULIS, soal yang lain masih boleh ditawar, tapi MENULIS adalah satu-satunya duniaku yang tak pernah berdusta
Jumat, 28 September 2012
..dan sayapun diinterogasi pasien..
kali ini ingin menulis yang ringan-ringan saja dulu ya? lupakan dulu soal bahasa-bahasa berat yang biasanya ada di blog ku. kita cerita yang lucu-lucu aja dulu, oke?
begini ceritanya,
hari itu, sesuai janji, aku datang ke salah satu rumah sakit di daerah Jakarta. kali ini sebagai pasien, bukan sebagai koasisten. hanya saja, walaupun pergi jadi pasien, aku tetap harus memperhatikan penampilanku. ini jadi kebiasaanku sejak jadi koasisten setahun lalu, hmmm.. baiklah aku jelaskan dulu soal penampilan ini...
aku adalah seorang perempuan yang sangat cuek dengan penampilan. aku nggak suka dandan, gak tahu caranya dandan yang baik, nggak tahu pilih baju yang bagus, pokoknya sangat cuek dengan penampilan. ke kampus saja biasanya ala kadarnya, apalagi ke rumah sakit. tapi sejak stase pertama, kakakku tersayang bilang aku harus belajar dandan, maka belajarlah aku. dulu, kalau ke rumah sakit sebagai pasien, aku bisa sangat cuek. pakai celana pendek, kaos oblong plus sendal seadanya. aku selalu pikir, aku ke rumah sakit bukan buat fashion show kan? jadi ya masa bodo amat sama penampilan. lagian juga, mana ada orang sakit yang dandan? eh, kecuali di sinetron..
tapi semenjak aku berstatus koasisten, walaupun aku jadi pasien, aku sekarang tetap harus berpakaian rapi dan memperhatikan penampilan. tahu kenapa? soalnya beberapa kali aku datang dengan penampilan seadanya, lalu dokter-dokter ini seringkali "menggoda" di depan poli dan bilang kalau aku dokter. malu kan dilihat pasien-pasien di depan poli kalau sudah begitu. pasti mereka akan mikir, "ini orang lebih cocok jadi tukang sapu daripada jadi dokter!" nah, jadi semenjak itu, aku tetap harus memperhatikan penampilan kalau ke rumah sakit sekalipun jadi pasien.
balik ke topik,
seperti biasa, aku harus bertemu dengan internistku, sebut saja namanya dr X. aku duduk menunggu di depan polinya bersama pasien-pasiennya yang lain. di bagian penyakit dalam itu, aku sering mendapati diriku paling muda diantara pasien-pasien lainnya. paling cantik sendiri deh pokoknya (loh koq bangga?!)
hari itu ada janji buat echocardiografi dan "imunisasi", ya sebutlah begitu. karena aku memang sedang menjalani terapi yang mewajibkan aku disuntik setiap dua minggu sekali.
setelah sempat ketemu dokter X, aku kembali menunggu di luar untuk menunggu echocardiografi. pasien dr X hari itu ramai sekali. aku sampai lelah menunggu. waktu menunggu aku isi dengan membaca buku. novel! he he. jangan bayangkan aku membaca textbook ya kalau lagi menunggu begitu. bisa ketiduran nanti. aku bukan perempuan yang pandai memulai percakapan, jadi lebih senang membaca saja kalau sambil menunggu.
ditengah-tengah jam poliklinik, dr X harus meninggalkan poli karena ada tindakan yang harus dikerjakannya. aku sudah sempar berpikir, pasti lama nih, tapi ya sudahlah, tunggu saja.
nah, berawal dari sana, waktu dr X keluar dari ruang praktiknya, beliau melihatku dan menegurku. katanya, "kamu suntik aja dulu ya? sama susternya aja ya suntiknya? daripada kelamaan nunggu." aku terpana tak menjawab, kaget aja, karena beliau bicara di depan pasien-pasien lain. alhasil semua pasien di depan ruang praktiknya itu menatap ke arahku. aku cuma bisa menahan nafas. matek! belum sempat aku jawab, dr X sudah bicara dengan perawatnya, di depan pintu ruang praktiknya, dan semua pasien bisa dengar. kira-kira begini kalimatnya "suntikin dulu obatnya buat dokter itu, bisa kan?" aku rasanya mau kabur saja dari depan ruangan. duh, malu banget. tapi perawatnya keberatan. tidak mau, jadi sekali lagi beliau bilang padaku (masih di depan pasien-pasien lain) "ya sudah nanti aku aja yang suntik ya obatnya?" aku mengangguk.
begitu dr X berlalu dari ruang praktiknya, mulailah ibu-ibu di depan poli itu penasaran dengan aku. aku dibuatnya sampai keringat dingin. aku menjalani kepaniteraan klinik sudah setahun. aku biasa menghadapi pertanyaan-pertanyaan pasien tentang sakit mereka, tapi ditanya pasien tentang sakitku, ini baru yang pertama kali.
ibu pertama bertanya, "dek, sakit apa? koq disuntik segala?"
aku jawab, "oh, nggak apa-apa, bu. hanya infeksi saja."
"apanya yang infeksi?"
damn! aku bingung bagaimana mau jawabnya. tentu saja aku tau sakitku, aku bisa menjelaskan dengan baik, tapi ibu ini kan bertanya atas dasar hanya ingin tahu. aku tidak berniat menceritakan sakitku pada siapapun. pokoknya tidak, jadi berusaha aku menjawab simpel-simpel saja.
"ada infeksi di darah, bu." jawabku lagi.
ternyata jawabanku di sambut ibu kedua, "loh, kalau infeksinya di darah kenapa ke dokter jantung? yang tadi itu dokter jantung kan?"
haduhh...bagaimana lagi caranya aku harus jawab? tapi akhirnya aku jawab saja, "iya bu, infeksinya sudah sampai ke jantung."
dan pertanyaannya ternyata terus sambung menyambung..siang itu aku benar-benar seperti diinterogasi pasien. kadang aku cuma bisa senyum atau garuk-garuk kepala saking bingung mau jawab apa.
"koq bisa infeksi di darah sampai ke jantung?"
"lalu ketahuan kalau ada infeksinya 'gimana?"
"terus tadi katanya disuntik ya? disuntik apa?"
"gimana gejala-gejalanya? apa yang dirasain?"
"nyeri dadanya gimana? sudah berapa lama?"
"terus sekarang lagi nunggu apa?"
"oh mau echo, kenapa harus di echo?"
aku jujur saja jadi gelagapan sendiri. buset, ini lebih susah daripada ujian dengan konsulen. kalau pertanyaan itu dari konsulen, aku yakin aku bisa jawab dengan baik, tapi karena ini yang tanya pasien, aku jadi bingung sendiri. bukan artinya aku tidak bisa mengomunikasikan suatu penyakit kepada pasien, tapi di sini kondisinya beda. mereka ingin tahu sakitku sementara aku tidak ingin mereka tahu. itu saja.
mau rasanya kabur dari sana, saking bingung tiap ditanya. bingung jawaban apa yang harus aku berikan.
terakhir, si ibu satu berbisik ke ibu di sebelahnya, "kasihan ya adik itu, masih muda sudah sakit jantung.."
seperti ada tinju yang menumbuk tepat di hatiku. ingin aku ralat, tapi mereka kan hanya bisik-bisik, buat apa aku ralat? lagipula, aku juga tidak ingin mereka tahu aku sakit apa. sedih juga sih mendengar kalimat seperti itu. nggak tahu kenapa, tapi sedih saja. ucapan itu kan doa. mudah-mudahan jangan terjadi yang demikian. ya memang sih ada masalah dengan jantungku, tapi kalau dibilang "sakit jantung" koq rasanya terlalu menyedihkan hatiku.
belakangan aku pura-pura menyibukan diriku sendiri. entah itu main blackberry atau pura-pura serius membaca novel, pokoknya jangan sampai ditanya-tanya lagi. memang sih setelah itu tidak ditanya-tanya lagi, tapi mereka saling membicarakan. ngegosip tentang aku. duhhh...
thanks udah share pengalamannya :D
BalasHapus