karena menulis itu menyembuhkan maka MENULISLAH...
Zona Laut Biru
satu-satunya yang aku suka adalah : MENULIS, soal yang lain masih boleh ditawar, tapi MENULIS adalah satu-satunya duniaku yang tak pernah berdusta
Jumat, 12 Oktober 2012
pertemuan (poliklinik THT 12-10-12)
Namanya Andika. lengkapnya aku tidak ingat. seorang laki-laki dengan usia yang di status pasien itu tertulis dua puluh dua tahun. perawakannya tidak ada yang spesial di mataku. wajahnya lonjong dengan rambut-rambut halus di dagunya. kacamata ovalnya juga tak mencuri perhatianku. jujur saja laki-laki dengan kaca mata berbingkai persegi jauh lebih menarik buatku. tingginya tidak jauh melebihiku. tipe mahasiswa (kalau dia kuliah) yang sepertinya tidak hobi tawuran, tidak hobi fitness juga. terlihat betul dari bentuk tubuhnya yang biasa-biasa saja. tak ada otot-otot tegap yang menyembul dari lengan bajunya. malah terlihat seperti anak kost kurang uang makan. penampilannya sederhana dan nampak begitu tenang.
tapi yang menarik perhatianku justru buku dalam genggamannya. TRAVEL WRITER. dari awal aku memanggil namanya untuk masuk ke poli THT tempat aku tengah bertugas sebagai koasisten di salah satu rumah sakit di depok, aku sudah tak bisa memalingkan mataku dari buku itu. buku yang menyita seluruh perhatianku sepanjang ia ada di dalam poliklinik.
datang ke poli THT untuk membuat surat keterangan sehat dalam arti telinga hidung dan tenggorokannya dalam batas normal. ia membutuhkan surat itu untuk belajar diving! aku makin memperhatikannya. laki-laki yang terlihat biasa saja di awal masuk poli kini jadi luar biasa. bukunya tentang travel writer lalu sekarang dia mau belajar diving. luruh sudah kesan pertamaku tentangnya. sekarang di kepalaku terbayang, dia pasti seorang pengelana. penakluk alam. hobi traveling. hobi menulis. sekarang dia tertarik menyelami dalamnya samudera.
aku langsung meraih map statusnya begitu ia keluar dari ruangan poliklinik. aku buru-buru keluar dengan maksud ingin mengejarnya. pikiran itu datang begitu saja sehingga aku tak lagi sempat berpikir kenapa aku ingin mengejarnya. aku cuma tahu, aku ingin melihatnya.
aku meletakkan map di atas meja perawat dengan terburu-buru dan begitu aku membalik badan, laki-laki itu ada tepat di belakangku. jantungku berdegup cepat. tiba-tiba saja aku kehilangan kata-kata. kehilangan keberanianku. tiba-tiba aku lupa kalau aku pakai jas putih. aku seharusnya bisa lebih tenang. tapi perasaan ini terlalu mendadak. kehadirannya terlalu terburu-buru. dan aku hanya punya waktu yang singkat.
pernahkah kau merasakan waktu berhenti saat semua terasa mendadak. aku seperti boneka yang hilang jati diri. kaku. tak mampu bergerak. tak mampu membuka pembicaraan. mataku masih menunduk menatap buku dalam genggamannya.
"suka nulis atau suka travelling?" tanyanya dengan sikap yang begitu percaya diri. jauh dari penilaianku saat pertama melihatnya tadi. ia sepertinya bukan tipe laki-laki yang suka ragu-ragu.
aku mengangkat wajahku, memberanikan diri menatap matanya untuk pertama kali. "maksudnya?"
"dari tadi kamu lihatin buku ini kan?" ujarnya lagi sembari memamerkan bukunya. kali ini sebuah senyum bermain di bibirnya.
ya Tuhan! dia tahu aku memperhatikan bukunya. aku makin salah tingkah dibuatnya. aku harus bilang apa? waktu terlalu singkat kalau aku ingin mengatakan padanya aku juga suka travelling, aku ingin suatu saat bisa jadi seorang backpacker dan keliling Eropa, atau harus aku katakan padanya aku juga senang menulis dan pasti akan menyenangkan kalau bisa menulis kisah perjalanan. atau harus aku bilang bahwa aku menyukai laut dan bermimpi suatu saat bisa pergi menyelam di samudera Indonesia.
tapi aku tak punya banyak waktu dan tak punya cukup keberanian. siapa aku sampai harus bercerita begitu banyak?
"selesai tugas jam berapa?" tanyanya membuyarkan lamunan sesaatku.
"jam satu siang." jawabku.
"keberatan kalau aku menunggu di lobi bawah?"
aku melongo. menungguku? buat apa? sebagian hatiku melonjak senang. mungkin dia punya indera keenam. mungkin dia tahu aku belum ingin berpisah dengannya. atau mungkin dia merasakan sebuah perasaan yang sama. sama-sama ingin bercerita.
"kalau kamu nggak keberatan sih. kita bisa ngobrol-ngobrol soal apa saja. morina kan nama kamu?"
untuk kesekian kalinya aku terpana saat ia menyebutkan namaku. "tau dari mana?"
"itu.." katanya sembari menunjuk nametag di snelli ku.
aku tersenyum, "oke. jam satu." kataku.
buru-buru aku meninggalkannya dan kembali masuk ke poli tempat aku bertugas. aku tak bisa berlama-lama. aku masih harus bertugas.
aku menarik nafas panjang. kulihat jam dinding di poli yang menunjukkan pukul sebelas siang. tiba-tiba saja aku ingin jam satu segera datang. aku tak sabar ingin menemuinya lagi. jauh di dasar hatiku, aku berharap ia benar menungguku di lobi bawah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar