Powered By Blogger

Zona Laut Biru

satu-satunya yang aku suka adalah : MENULIS, soal yang lain masih boleh ditawar, tapi MENULIS adalah satu-satunya duniaku yang tak pernah berdusta

Jumat, 21 Juni 2013

Apakah Kita Menulis untuk Seseorang?

apakah kita menulis untuk seseorang?
dibalur segala majas dan rangkai aksara
terbungkus dalam metafora yang begitu kompleks
atau kita tengah menelanjangi hati sendiri?

aku ingin bertanya kepada Rendra, kepada Joko Pinurbo atau pada Sitor Situmorang
apakah sastra telah membutakan cinta
atau sebaliknya?


mengapa puisi mereka dikutip banyak orang yang dimabuk asmara?
dan mengapa tidak ada yang mendemo mereka berlebihan
terlalu gila soal perasaan sendiri


apakah kita menulis untuk seseorang?
atau kita tengah menerapi isi batok kepala sendiri
bahwa tulisan adalah mahakarya
dan setiap kalimat di dalamnya tetaplah milik penulisnya


siapa yang paling mengerti sebuah sajak,
selain penulisnya sendiri?
bahkan bagi dia yang kepadanya sajak itu ditujukan,
dirabunkan segala isi suratannya
kau bisa membaca, namun tidak menerjemahkannya
hati siapa mampu diselami, selain pemiliknya sendiri?


kita, menulis untuk menyembuhkan. tidak semua yang disembuhkan haruslah luka. banyak komponen tubuh yang terkadang menyerang pertahanannya sendiri. tidakkah itu juga membutuhkan penyembuhan? luka hanyalah sesuatu yang nampak di indera penglihatan. namun jeritan di dalam hati, tidakkah jemari lebih mampu mengerti? jadi, bahkan sejak aku sekali lagi merasa tidak lagi ada artinya menulis, aku tak mengundurkan diri jadi penulis..tapi sekali ini aku benar melakukannya. pensiun jadi penulis.

Di Balik Layar

orang lain itu seringkali menilai kita hanya dari apa yang mereka lihat dari luar. setidaknya itulah kesimpulanku. orang-orang terdekat sekalipun.

 

sejujurnya, aku sendiri adalah tipe seseorang yang lebih suka menyimpan perasaanku yang sebenarnya di dalam hati. tak pernah aku biarkan seorangpun melihat atau mengintip ke dalamnya. siapapun itu. 

 

di setiap badai hidup yang datang, aku selalu berusaha untuk tetap tersenyum dan tidak menampilkan ketakutan atau tingkat stress ku yang sebenarnya. aku lebih suka menyimpannya sendiri. di dalam hatiku. jadi, kalau ada orang yang mengaku bisa membaca isi hatiku hanya dengan mendengar ceritaku atau membaca tulisan-tulisanku, mereka pasti tak mengenalku dengan baik. tak pernah ada bagian hatiku yang aku izinkan seorangpun membacanya.

 

tiga tahun silam, aku melewati masa paling berat di sepanjang hidupku. antara keputusasaan dan kehampaan. antara ingin marah dan ingin menyerah. aku takkan melupakan setiap perjalanannya. tapi, apakah setiap orang aku biarkan melihat sisi hitam itu? tidak bukan? mereka tahu masalah itu, tapi mereka tak pernah benar-benar tahu, bukan hanya fisik saja yang hancur, tapi terutama hatiku. 

 

seringkali, bila aku bilang "aku baik-baik saja" lebih banyak kenyataannya bahwa aku tak baik-baik saja. bahwa aku sebenarnya justru sedang sangat membutuhkan dukungan. tapi aku bukan tipe seorang perempuan yang hobi mengumbar air mata. menangis memanglah melegakan, tapi aku pantang melakukannya di depan orang lain. aku tak pernah ingin menangis di hadapan sesiapapun. dan kalau kau pernah melihatku menangis, berarti aku telah berani menjadi diriku sendiri di hadapanmu. berarti bahwa aku tak lagi menutupi isi hatiku dari engkau. 

 

jadi, berhentilah mengatakan bahwa engkau mengerti aku, sebab aku tak pernah menunjukkan perasaanku dengan jujur di hadapan sesiapapun.